A. Kepribadian menurut Psikologi
Untuk
menjelaskan kepribadian menurut psikologi kita akan menggunakan teori dari George
Kelly yang memandang bahwa kepribadian sebagai cara yang unik dari
individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Sementara Gordon
Allport merumuskan kepribadian sebagai “sesuatu” yang terdapat dalam diri
individu yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu
yang bersangkutan.
Lebih
detail tentang definisi kepribadian menurut Allport yaitu
kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik
individu yang menentukan tingkah laku dan pikiran individu secara khas.
Allport
menggunakan istilah sistem psikofisik dengan maksud menunjukkan
bahwa jiwa dan raga manusia adalah suatu sistem yang terpadu dan tidak dapat
dipisahkan satu sama lain, serta diantara keduanya selalu terjadi interaksi
dalam mengarahkan tingkah laku. Sedangkan istilah khas dalam batasan
kepribadian Allport itu memiliki arti bahwa setiap individu memiliki
kepribadiannya sendiri. Tidak ada dua orang yang berkepribadian sama, karena
itu tidak ada dua orang yang berperilaku sama.
B. Psikologi
Kepribadian melalui beberapa Pendekatan :
1. Pendekatan
Psikologi Sosial
Pendekatan pertama, yaitu psikologi sosial atausocial
learning, menyatakan bahwa kepribadian ditentukan oleh konsekuensi atas tindakan
individu serta bagaimana ia memandangnya. Teori mengenai kepribadian dari
pendekatan ini bermula dari penelitian B. F. Skinner mengenai Stimulus-Respons
(Carlson, 1993). Skinner menemukan bahwa setiap stimulus yang diberikan
terhadap organisme, akan menghasilkan suatu respon yang bersifat konsisten.
Oleh karena itu, organisme akan bertingkah laku sesuai dengan konsekuensi yang
akan ia dapatkan dari tingkah lakunya itu. Tingkah laku juga akan berubah jika
terjadi perubahan konsekuensi dari tingkah laku tersebut. Skinner tidak
mengemukakan teori yang khusus mengenai kepribadian, namun hasil penelitiannya
ini menarik perhatian para social learning theorist dan
menjadi masukan bagi mereka untuk membentuk konsep mengenai kepribadian
manusia.
Albert Bandura, salah satu peneliti kepribadian memodifikasi
penemuan Skinner dengan menambahkan adanya faktor kognisi dalam pembentukan
tingkah laku (Carlson, 1993). Kognisi yang dimaksud berupaexpectancy,
yaitu persepsi dan harapan seseorang yang meyakini bahwa ia akan mendapatkan
konsekuensi tertentu bila ia melakukan tindakan tertentu. Jadi, seseorang akan
melakukan suatu tindakan karena ia mengharapkan memperoleh reward atau
menjauhipunishment yang potensial dari tindakan tersebut.
Expectancy yang dimiliki oleh seseorang juga mampu
membuatnya mempelajari sesuatu dari observasi (observational learning).
Pada observational learning, seorang individu mengobservasi
konsekuensi apa yang akan diterima oleh objek yang menjadi model observasinya
sebagai hasil dari tindakan yang dilakukannya. Banyak tindakan yang kita
lakukan yang merupakan hasil dari mengobservasi orang lain. Misalnya menulis
tulisan bersambung atau makan dengan menggunakan sumpit.
Bandura, berbeda dengan kebanyakan peneliti kepribadian,
tidak mempercayai karakteristik pribadi individu saja atau lingkungan saja yang
akan mempengaruhi kepribadian (Carlson, 1993). Ia mengajukan konsep reciprocal
determinism, yaitu adanya interaksi antara tingkah laku, variabel
lingkungan, dan variabel manusia (berupa kognisi, expectation, dan
lain-lain). Sebagaimana yang kita ketahui, lingkungan dapat merubah tingkah
laku manusia, sedangkan tingkah laku manusia juga dapat merubah lingkungan.
Sebagai gantinya, perubahan-perubahan tersebut mempengaruhi pikiran manusia.
Self-efficacy merupakan salah satu faktor
penting yang menentukan bisa atau tidaknya seseorang merubah lingkungannya.
Tindakan yang kita perbuat didasari oleh evaluasi kita terhadap kompetensi diri
kita (Carlson, 1993). Self-efficacy ini tidak hanya menentukan
apakah kita akan terikat dengan suatu perbuatan, tetapi juga menentukan tingkat
keterikatan kita dengan perbuatan tersebut. Contohnya saja seseorang yang
sangat yakin dengan kemampuan menyanyinya mendaftarkan diri untuk mengikuti
tahap seleksi kompetisi Indonesian Idols. Meskipun ia mendapat komentar yang
buruk dari para jurinya dan tidak lolos pada tahap seleksi tahun itu, ia akan
tetap mengikuti seleksi pada tahun-tahun berikutnya.
Walter Mischel, seorang peneliti kepribadian lainnya,
mengemukakan teori kepribadian dari sudut pandang yang sangat dinamis. Mischel
(Carlson, 1993) meyakini bahwa kepribadian seseorang dipengaruhi oleh
interaksinya dengan lingkungan, serta peran kognisinya dalam menentukan
bagaimana seseorang mempelajari hubungan antara tingkah laku dan
konsekuensinya. Ia juga mengajukan ide mengenai individual differencesdalam
kognisi, yang ia sebut dengan person variables.Person variables ini
terdiri dari: (1) kompetensi, perbedaan keterampilan, kemampuan, serta
kapasitas individu; (2) strategi encoding dan konstruk
personal, perbedaan kemampuan individu dalam memproses informasi; (3)
ekspektansi, perbedaan ekspektansi individu terhadap hasil dari perbuatannya;
(4) nilai subjektif, perbedaan derajat individu terhadap reinforcertertentu
dibandingkan reinforcer lainnya yang mempengaruhi tingkah
lakunya; (5) sistem self-regulatory serta perencanaannya,
individu memonitor perkembangan dirinya terhadap suatu tujuan, lalu memberikan
perbedaan perencanaan dan aturan-aturan kepada dirinya sesuai dengan hal
tersebut, baik dengan memberikan dirinya reward atau punishment.
Mischell menganut paham yang sangat radikal. Ia meyakini
bahwa kepribadian manusia yang stabil (personality trait) tidak pernah ada,
kalaupun ada, tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan (Carlson, 1993).
Manusia selalu menyesuaikan sikapnya dengan situasi lingkungannya saat itu.
Contohnya saat berada pada sebuah pesta, orang-orang yang mengikutinya akan
menjadi lebih ekstrovert, sedangkan saat berada pada pemakaman, mereka akan
menjaga keheningan suasananya. Pendapat ini disangkal oleh Epstein (Carlson,
1993) yang berargumen bahwa orang introvert pastilah menghindari perkumpulan
sosial seperti pesta. Karena itu yang ditemukan di pesta kebanyakan adalah
orang-orang yang ekstrovert. Opini mereka menunjukkan betapa lingkungan
memiliki pengaruh terhadap kepribadian.
Teori lain mengenai kepribadian dari pendekatan psikologi
sosial adalah locus of control oleh Julian Rotter. Rotter
menyatakan (Carlson, 1993) bahwa konsekuensi dari tindakan individu dikontrol
oleh salah satu diantara faktor internal (person variables) atau faktor
eksternalnya (environment variables). Seseorang yang memilikiinternal
locus of control yakin bahwa kemampuan dirinyalah yang akan menentukan
takdir hidupnya, apakah ia akan memperoleh konsekuensi, berupa rewardatau punishment,
ataukah tidak. Sebaliknya, seseorang yang memiliki external locus of
control bersikap pasif pada lingkungan. Ia meyakini bahwa takdirnya
dipengaruhi oleh lingkungannya. Tipe kedua ini tidak akan melakukan upaya dalam
mencapai tujuannya sekeras individu bertipe pertama
Memahami perilaku. Menurut Saymour Epstain
· Model
Pendekatan disposisi kepribadian ( traits personality approach ).
Pendekatan ini biasa dianut dan dikembangkan oleh penganut behaviorisme danconceptualisme.
Mereka berasumsi yang menjadi penyebab perilaku sosial dikarenakan sifat –
sifat kepribadian yang melekat pada diri individu dan seperti sudah built in
dalam diri anda. Ini bersifat permanen dan resisten. Kesimpulannya menjelaskan
penyebab dari perilaku sosial dikarenakan faktor – faktor sifat kepribadian
yang sifatnyabawaan bersifat permanen sehingga membentuk karakter.
· Model
pendekatan situasi lingkungan ( Situational Enviroment
Approach ). Pendekatan ini bisanya dianut dan dikembangkan oleh Empirisme dan Humanisme.
Perilaku berubah dari satu situasi ke situasi yang lain. Kesimpulannya situasi
mendominasi pengaruh perilaku sosial
· Model
Pendekatan Interaksi ( Interaction Approach ).
Pendekatan ini adalah konvergen antara model pendekatan disposisi kepribadian
dan situasi lingkungan. Dan memberikan win win solutions. Bawaan dan situasi
saling berinteraksi sehingga membentuk kontribusi pengaruh perilaku sosial. Dan
yang mendominasi tergantung intensitas antara keduannya.
2. Psikoanalisis
Salah satunya tokoh psikoanalisis adalah Sigmund
Freud(1856 – 1939). Nama asli Freud adalah Sigismund Scholomo.
Namun sejak menjadi mahasiswa Freud tidak mau menggunakan nama itu karena kata
Sigismund adalah bentukan kata Sigmund. Freud lahir pada 6 Mei 1856 di
Freiberg, Moravia. Saat itu Moravia merupakan bagian dari kekaisaran
Austria-Hongaria (sekarang Cekoslowakia). Pada usia empat tahun Freud dibawa
hijrah ke Wina, Austria (Berry, 2001:3). Kedatangan Freud berbarengan dengan
ramainya teori The Origin of Species karya Charles Darwin
(Hall, 2000:1)
Dalam model pendekatan Psikoanalisis yang dikembangkan oleh
Sigmund Freud, ia meyakini bahwa kehidupan individu sebagian besar dikuasai
oleh alam bawah sadar.
Sehingga tingkah laku banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari, seperti
keinginan, impuls, atau dorongan. Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap
hidup dalam alam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk dipuaskan.
Psikoanalisis bermula dari keraguan Freud terhadap
kedokteran. Pada saat itu kedokteran dipercaya bisa menyembuhkan semua
penyakit, termasuk histeria yang sangat menggejala di Wina (Freud,
terj.,1991:4). Pengaruh Jean-Martin Charcot, neurolog Prancis, yang menunjukkan
adanya faktor psikis yang menyebabkan histeria mendukung pula keraguan Freud
pada kedokteran (Berry, 2001:15). Sejak itu Freud dan doktor Josef Breuer
menyelidiki penyebab histeria. Pasien yang menjadi subjek penyelidikannya
adalah Anna O. Selama penyelidikan, Freud melihat ketidakruntutan keterangan
yang disampaikan oleh Anna O. Seperti ada yang terbelah dari kepribadian Anna
O. Penyelidikan-penyelidikan itu yang membawa Freud pada kesimpulan struktur
psikis manusia: id, ego, superego dan ketidaksadaran, prasadar, dan kesadaran.
Freud menjadikan prinsip ini untuk menjelaskan segala yang
terjadi pada manusia, antara lain mimpi. Menurut Freud, mimpi adalah bentuk
penyaluran dorongan yang tidak disadari. Dalam keadaan sadar orang sering
merepresi keinginan-keinginannya. Karena tidak bisa tersalurkan pada keadaan
sadar, maka keinginan itu mengaktualisasikan diri pada saat tidur, ketika
kontrol ego lemah.
Dalam pandangan Freud, semua perilaku manusia baik yang
nampak (gerakan otot) maupun yang tersembunyi (pikiran) adalah disebabkan oleh
peristiwa mental sebelumnya. Terdapat peristiwa mental yang kita sadari dan
tidak kita sadari namun bisa kita akses (preconscious) dan ada
yang sulit kita bawa ke alam tidak sadar (unconscious). Di alam
tidak sadar inilah tinggal dua struktur mental yang ibarat gunung es dari
kepribadian kita, yaitu:
1. Id, adalah
berisi energi psikis, yang hanya memikirkan kesenangan semata.
2. Superego,
adalah berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari
lingkungannya.
3. Ego, adalah
pengawas realitas.
Sebagai contoh adalah berikut ini: Anda adalah seorang
bendahara yang diserahi mengelola uang sebesar 1 miliar Rupiah tunai. Id mengatakan
pada Anda: “Pakai saja uang itu sebagian, toh tak ada yang tahu!”. Sedangkan ego berkata:”Cek
dulu, jangan-jangan nanti ada yang tahu!”. Sementara superegomenegur:”Jangan
lakukan!”.
Pada masa kanak-kanak kira dikendalikan sepenuhnya oleh id,
dan pada tahap ini oleh Freud disebut sebagai primary process thinking.
Anak-anak akan mencari pengganti jika tidak menemukan yang dapat memuaskan
kebutuhannya (bayi akan mengisap jempolnya jika tidak mendapat dot misalnya).
Sedangkan ego akan lebih berkembang pada
masa kanak-kanak yang lebih tua dan pada orang dewasa. Di sini disebut sebagai
tahap secondary process thinking. Manusia sudah dapat menangguhkan
pemuasan keinginannya (sikap untuk memilih tidak jajan demi ingin menabung
misalnya). Walau begitu kadangkala pada orang dewasa muncul sikap seperti primary
process thnking, yaitu mencari pengganti pemuas keinginan (menendang tong
sampah karena merasa jengkel akibat dimarahi bos di kantor misalnya).
Proses pertama adalah apa yang dinamakan EQ(emotional
quotient), sedangkan proses kedua adalah IQ(intelligence quotient) dan
proses ketiga adalah SQ (spiritual quotient).
Kesimpulan
Pendekatan sosial atau social learning menyatakan
bahwa kepribadian ditentukan oleh lingkungan, yakni bagaimana ia melihat
konsekuensi atas tindakan-tindakannya. Sedangkan menurut pendekatan
Psikoanalisa meyakini bahwa kehidupan individu sebagian besar dikuasai
oleh alam bawah sadar.
Sehingga tingkah laku banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar