BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Penegasan Judul
Dalam
penelitian ini, peneliti memberi judul “Kontak
Fisik dalam Pacaran”. Penelitian ini dilakukan di Pondok Anniza, Gang
Satradinata No. 86, Cipadung, Bandung.
1.2 Latar Belakang
Masa remaja adalah masa yang indah.
Banyak hal yang terjadi pada masa transisi remaja dari masa kanak-kanak menuju
dewasa. Satu proses yang semua anak telah, sedang dan akan terjadi dalam sebuah
proses tumbuh kembang remaja. Saat kanak-kanak mereka dengan leluasanya bermain dengan
lawan jenis mereka. Namun, ketika masa remaja, mereka akan merasa malu, karena
adanya perkembangan emosional. Perkembangan emosional itu berujung pada
perasaan jatuh cinta. Perasaan itu yang membuat remaja menjalin proses pacaran.
Proses pacaran ini pasti memberikan
memberikan dampak, baik dampak positif maupun negatif bagi remaja dalam
menjalani kehidupannya. Namun, dampak yang nanti akan dirasakan bergantung dari
sikap para remaja dalam menjalani proses tersebut.
Dunia remaja memang unik, sejuta
peristiwa terjadi dan sering diciptakan dengan ide-ide cemerlang dan positif.
Akan tetapi, tidak sedikit juga hal-hal negatif yang terjadi. Salah satu hal
menarik dan terjadi dalam dunia remaja adalah pacaran. Memang tidak dapat dipungkiri bila
pacaran merupakan fenomena tersendiri dikalangan remaja.
Pacaran
sangat akrab dengan kehidupan remaja. Pacaran menurut remaja adalah suatu
ikatan perasaan cinta dan kasih antara dua individu yaitu laki-laki dan
perempuan untuk menjalin suatu hubungan yang lebih dekat dan saling mengenal
lebih jauh, untuk membina hubungan saling pengertian dan perhatian atau untuk
mencari pasangan hidup yang dianggap cocok. Hubungan sebagai sesuatu yang terjadi
bila dua orang saling mempengaruhi satu sama lain, bila yang satu bergantung
pada yang lain.
Remaja yang
memasuki perguruan tinggi atau perkuliahan mendapatkan banyak materi kognitif
dan pengalaman yang lebih mendewasakan pola berfikir. Mereka dapat merencanakan
masa depan yang lebih realistis. Masa remaja yang transisi mulai terlewatkan.
Kondisi emosional dan kognitif yang matang membuat remaja dapat menganalisa
hakikat dan mengevaluasi apa yang dilakukannya.
Dengan dilakukannya penelitian
tentang ”Kontak Fisik Dalam Pacaran”, diharapkan dapat memberikan pengetahuan
kepada kita tentang bagaimana remaja menjalani proses pacaran dalam
kehidupannya.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dipaparkan
penulis diatas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut :
1) Apa itu Pacaran ?
2) Apakah
yang dimaksud dengan kontak fisik dalam pacaran ?
3) Apa dampak positif dan dampak negatif yang dapat
diperoleh dari pacaran?
4) Bagaimana cara membentuk pola
pacaran sehat sehingga tidak menyebabkan dampak negatif bagi remaja yang
berpacaran?
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas,
maka dapat disimpulkan beberapa tujuan penelitian sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui pengertian pacaran dan
dampak yang diperoleh dari pacaran
2) Untuk mengetahui pengertian kontak fisik
dalam pacaran
3) Untuk mengetahui cara pacaran yang sehat
sehingga tidak menyebabkan dampak negatif bagi remaja yang berpacaran
4) Untuk memenuhi tugas akhir Mata Kuliah
Psikologi Umum
1.5 Manfaat Penelitian
Untuk mengetahui apa arti pacaran
dan kontak fisik dalam pacaran serta dampak pacaran yang sebenarnya
1.6 Hipotesis
Penelitian
Dalam
penelitian ini, peneliti berpendapat bahwa pacaran sudah menjadi budaya
dikalangan remaja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian
Pacaran
Pacaran berasal dari katan dasar
pacar yang berarti kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai
hubungan berdasarkan cinta-kasih. Sehingga pacaran adalah proses perkenalan
antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian
kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan.
Pada kenyataannya, penerapan proses
tersebut masih sangat jauh dari tujuan yang sebenarnya. Manusia yang belum
cukup umur dan masih jauh dari kesiapan memenuhi persyaratan menuju pernikahan
telah dengan nyata membiasakan tradisi yang semestinya tidak mereka lakukan.
2.1.2 Kontak fisik
dalam pacaran
Pacaran di kalangan anak muda,
termasuk mahasiswa, biasanya dilakukan dalam konteks untuk mengenal diri. Dosen
dan sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Devie Rachmawati, membedakan
pacaran menjadi dua bagian, yaitu fisik dan non-fisik.
Menurut Devie, pacaran non-fisik
adalah pacaran yang tidak melibatkan hubungan fisik. Dalam taraf ini, dua
sejoli yang berpacaran berusaha saling mengenal satu sama lain.
Sementara itu, pacaran fisik yang
melibatkan kontak dan hubungan fisik. Pada tahap ini, pacaran menjadi alat
ekspresi atau rasa sayang yang mendalam. Kontak-kontak fisik seperti peluk cium
hingga hubungan seksual pun menjadi contoh dari pacaran fisik ini.
Meski ekspresi kasih sayang, setiap
anak muda perlu menyadari pacaran yang sehat, Pacaran fisik atau melakukan
hubungan seksual, rentan terhadap penyakit menular seksual. Jenis penyakit ini
tidak pandang bulu, semua orang bisa terjangkit. Resiko lainnya adalah kehamilan
di luar nikah.
Ketika memutuskan berpacaran, anak
muda harus siap dalam mengambil resiko, apalagi jika melibatkan hubungan fisik.
Intinya, pacaran bisa kita manfaatkan untuk memilih calon pendamping di masa
depan.
2.1.3 Dampak Positif
dan Dampak Negatif Pacaran
Pacaran sebenarnya merupakan waktu
bagi sepasang individu untuk saling mengenal satu dengan yang lain. Pacaran
pastinya memiliki efek terhadap kehidupan masing-masing, baik secara positif
ataupun negatif tergantung bagaimana cara menjalaninya.
2.1.3.1 Dampak positif
pacaran
1)
Lebih
mengenal diri sendiri dan orang lain kerena anak memiliki kedekatan dengan
orang lain secara tidak langsung. Ia juga akan lebih mengetahui apa yang
dibutuhkan dan diinginkan khususnya terhadap orang lain. Efeknya mereka akan
belajar untuk memahami diri sendiri dan orang lain melalui hubungannya dengan
orang lain.
2) Anak akan bertanggung jawab kepada diri
sendiri dan orang lain. Ketika mulai berpacaran mereka harus mengambil tanggung
jawab tidak hanya untuk diri sendiri melainkan juga orang lain. Meski disatu
sisi, anak belum memahami dirinya dan dapat menjalankan tanggung jawabnya
dengan sepenuhnya, ia harus belajar bertanggung jawab terhadap orang lain,
memahami apa yang orang lain butuhkan, dan belajar untuk tidak memikirkan diri
sendiri.
3) Ada
teman curhat selain teman dan orang tua, Terkadang seorang remaja malu untuk
menceritakan hal-hal pribadi kepada orang tuanya dan lebih nyaman
menceritakannya kepada pacar. Hal ini bisa jadi karena hubungan orangtua kepada
anaknya kurang begitu dekat sehingga anak tidak nyaman menceritakan masalah
pribadinya kepada orangtuanya.
4) Belajar
bersosialisasi terhadap lawan jenis, maksudnya dengan mempunyai pacar maka
seorang remaja akan bisa bersosialisasi dengan lawan jenisnya.
5) Motivasi
berprestasi, para remaja berpendapat bahwa dengan punya pacar maka prestasi
mereka akan membaik karena ada yang memberikan motivasi-motivasi dan motivasi
tersebut di nilai remaja begitu kuat karena di berikan oleh orang yang spesial
baginya sehingga mendorong remaja untuk belajar dengan sungguh-sungguh agar
tidak mengecewakan pacar.
6) Pembelajaran
untuk dapat lebih dewasa dan konsekuen pada keputusan. Ketika berpacaran tentu
banyak hal yang di toleransi karena perbedaan-perbedaan keduanya mulai dari
gaya hidup,dan lain-lain sehingga menuntut mereka untuk saling mengerti dan
menuntut mereka untuk berfikir lebih dewasa dalam menyikapi perbedaan-perbedaan
tersebut.
7) Untuk
dapat memegang teguh suatu komitmen. Pacaran adalah ajang untuk memegang teguh
suatu komitmen yang telah mereka sepakti sebelum atau selama berpacaran.
2.1.3.2
Dampak negatif pacaran
1) Ketika terlibat terlalu dalam dapat
mempengaruhi kehidupan dan kewajibannya sebagai anak, selain mendapatkan hal
menyenangkan, tidak jarang pula banyak anak yang terlibat terlalu dalam dengan
hubungan pacarannya sehingga mengganggu kehidupan dan kewajiban sebagai anak,
termasuk kewajiban untuk sekolah. Selain itu banyak anak juga yang terlibat
terlalu dalam secara emosional sehingga mengganggu perkembangan psikologisnya.
2) Terlalu cepat matang sebelum usianya.
Artinya, ketidakpahaman anak akan arti dan manfaat pacaran yang sebenarnya
dapat membawa anak terjerumus atau mengalami hal-hal yang seharusnya belum
dialami oleh anak-anak. Dengan pacaran anak akan dituntut untuk lebih cepat
dewasa oleh pasang surut (suka-duka) hubungan dengan pasangan serta kontak
fisik yang sudah melewati batas yang seharusnya.
3) Adanya Free Sex, Hal yang
lebih mengerikan lagi akibat dari pacaran yang tidak sehat adalah seks bebas
(freesex). Mereka pertama melakukan hal yang terlarang itu tetapi kemudian
mereka cenderung ketagihan.
4) Melemahkan Iman, Orang yang
pacaran cenderung meletakkan rasa cinta kepada kekasihnya di atas rasa cinta
kepada Sang Pencipta. Tak perlu mengelak ataupun mengiyakan, sebab pernyataan
ini bisa dibuktikan dengan kualitas ibadah seseorang. Jika kualitas ibadah
seseorang menurun setelah mengalami jatuh cinta, itu artinya porsi kecintaannya
kepada Allah berkurang.
5) Melatih Kemunafikan,
Orang yang
berpacaran itu seringkali menipu, berusaha agar pasangannya yakin bahwa ialah
yang terbaik. Memang tidak semua, tetapi umumnya begitu. Ia akan menampakkan
hal-hal yang baik di depan kekasihnya. Adapun hal-hal yang buruk sebagian besar
ia sembunyikan.
2.1.4 Pacaran sehat
Pacaran sehat adalah suatu proses pacaran dimana
keadaan fisik, mental dan sosialnya dalam keadaan baik. Sehat secara fisik
berarti tak ada kekerasan dalam berpacaran. Pacaran sehat adalah pacaran yang
memperhatikan batasan-batasan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan
dalam berpacaran.Selama pacaran dilakukan dalam batas-batas yang benar, pacaran
dapat mendatangkan banyak hal positif. Dengan kata lain yang perlu dan harus
kita jalani adalah ”Pacaran Sehat”.
Di
dalam proses pacaran kita tidak hanya dituntut untuk mengenali emosi diri
sendiri, tetapi juga emosi orang lain. Dan yang tak kalah penting adalah
bagaimana mengungkapkan dan mengendalikan emosi dengan baik.
Salah
satu cara yang mungkin bisa dilakukan, terutama oleh remaja adalah dengan
melakukan pacaran yang ”sehat”. Pacaran yang memenuhi kriteria
”sehat”,diantaranya :
a) Sehat fisik. Pacaran dikatakan sehat secara fisik jika dalam
aktivitas berpacaran tersebut tidak ditemui adanya kekerasan secara fisik
Itu berarti bahwa walaupun remaja putra secara fisik memang lebih kuat dari
remaja putri, bukan berarti remaja putra dapat seenaknya menindas ataupun
memanipulasi remaja putri secara fisik.
b) Sehat psikis. Pacaran dikatakan sehat secara psikis, jika sepasang
individu yang menjalaninya mampu saling berempati serta mengungkapkan dan
mengendalikan emosinya dengan baik, saling percaya, saling menghargai, dan
saling menghormati. Dengan demikian, hubungan di antara keduanya menjadi lebih
nyaman, saling pengertian, dan juga ada keterbukaan.
c) Sehat sosial. Pacaran dikatakan sehat secara sosial
jika aktivitas berpacaran tersebut tidak bersifat saling mengikat
atau mengisolasi pasangan. Artinya, walaupun remaja putra dan putri terikat
dalam komitmen pacaran, namun hubungan sosial masing-masing mereka dengan
individu lain tetap harus dijaga dan sebaiknya remaja putra atau putri tidak
hanya terfokus pada pacar atau pasangannya saja.
d) Sehat seksual. Secara biologis, remaja mengalami perkembangan dan
kematangan seks. Tanpa disadari, pacaran juga mempengaruhi kehidupan seksual
seseorang. Kedekatan secara fisik dapat mendorong keinginan untuk melakukan
kontak fisik yang lebih jauh. Jika hal itu diteruskan dan tidak terkontrol,
maka dapat menimbulkan hal-hal yang sangat beresiko. Karena adanya resiko yang
harus ditanggung akibat tindak seksual yang mereka lakukan, maka aktivitas
percaran yang mereka lakukan tidak lagi disebut sebagai pacaran yang ”sehat”.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan
Penelitian
Pada penelitian ini saya menggunakan
pendekatan kualitatif. Yaitu pendekatan yang berusaha menangkap kenyataan
sosial secara keseluruhan, utuh, dan tuntas sebagai suatu kesatuan kenyataan.
Menurut pendekatan ini, objek penelitian dilihat sebagai kenyataan hidup yang
dinamis. Sehingga dengan penelitian ini data yang diperoleh tidak berupa
angka-angka, tetapi lebih banyak deskripsi, ungkapan, atau makna-makna tertentu
yang ingin disampaikan.
3.2 Lokasi Penelitian
dan Lokasi Penelitian
Peneliti mengambil lokasi yaitu di
Pondok Anniza, Gang Sastradinata No. 86, Cipadung, Bandung.
Populasi untuk penelitian ini adalah
beberapa penghuni Pondok Anniza. Maka akan diambil 10 dari 32 penghuni Pondok
Anniza yang akan mewakili dari semua penghuni Pondok Anniza.
3.3 Populasi dan Sample
Populasi adalah keseluruhan subjek
penelitian yang menjadi sumber data bagi sipeneliti. Sedangkan Sampel adalah
bagian populasi yang dipilih untuk penelitian yang karakteristiknya dianggap
mewakili seluruh populasi.
Subjek dalam penelitian ini adalah
sebagian penghuni Pondok Anniza. Dari sini saya akan menganalisisnya sehingga
menghasilkan hasil yang lebih akurat dalam mengkaji tentang kontak fisik dalam
pacaran.
3.4 Metode pengumpulan
data
Metode pengumpulan data yang saya
gunakan adalah Metode Teknik Angket. Dimana saya menggunakan Metode Angket Semi
terbuka. Dalam jenis angket ini, responden memberikan jawaban pertanyaan yang
telah disediakan, akan tetapi responden dapat membuat jawaban sendiri apabila
alternatif jawaban yang yang ada dianggap tidak ada yang cocok.
3.5 Instrumen
Penelitian
Panduan pertanyaan (terlampir)
3.6 Analisis data
Analisis yang saya pakai dalam
penelitian ini adalah analisis deskriptif (penggambaran), karena data yang saya
kumpulkan untuk mengkaji data bersifat kualitatif. Dimana hasil tersebut
didapat dari jawaban responden. Jawaban-jawaban tersebut diorganisir dengan
cara mengidentifikasikan dan mengkategorisasikan sesuai dengan tujuan-tujuan
penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Menurut hasil data yang diperoleh,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa, Menurut teori islam, bahwa jangankan
kontak fisik dalam hubungan pacaran, hubungan pacaran pun itu ada yang
membolehkan dan ada yang tidak. Tapi sesuai norma, ada yang mengharamkan dengan
jelas bahwa pacaran apalagi kontak fisik yang belum muhrim itu dilarang.
Dari hasil angket yang disebar ke 10
orang di Pondok Anniza yang mayoritas beragama islam diperoleh data bahwa 80%
menyatakan bahwa pacaran itu perlu sedangkan 20% menyatakan bahwa pacar itu
tidak begitu perlu (biasa saja). Selanjutnya, hasil angket yang telah peneliti
sebarkan, dapat disimpulakan bahwa mayoritas responden mulai berpacaran sejak
SMP, selain itu juga dapat disimpulkan bahwa 70% dari responden belum bisa
membagi waktu antara belajar dan pacaran, hal itu disebabkan karena tidak
sedikit dari mereka ketika sedang belajar sering sambil sms’an ataupun
telephonan sehingga membuat belajar mereka tidak fokus. Akan tetapi, 30% dari
responden ternyata sudah bisa membagi waktu antar pacaran dan belajar karena
mereka sudah bisa memikirkan dan merencanakan untuk membagi waktu dalam pacaran
bahkan ada yang sudah berkomitmen bahwa pacaran jangan sampai mengganggu
aktifitas belajar mereka.
Selain itu, 60 % responden sudah pernah pacaran bahkan pada
saat ini sedang berpacaran dan untuk hasil kontak fisik (berpegangan tangan,
dll) dari responden diperoleh data, sering (0 %) , jarang (80 %) dan tidak
pernah (20 %). Menurut hasil data yang diperoleh, mayoritas dari responden
melakukan kontak fisik dalam pacaran, dan kontak fisik tersebut tidak jarang
mereka lakukan di tempat umum (berpegangan di tempat umum pada saat menyebrang
dll). Kebanyakan responden menyatakan bahwa kontak fisik itu bisa dikatakan
dosa dan pada saat melakukan kontak fisik mereka merasa takut, sedangkan ketika
ditanya perasaan mereka setelah melakukan kontak fisik hampir semua responden
menyatakan menyesal dan tidak ingin mengulanginya lagi bahkan ada yang
menyatakan bahwa mereka ingin bertaubat. Hal ini jelas bertentangan dengan
norma islam yang mana tidak menganjurkan hal ini.
Akan tetapi, semua itu tergantung
dari tujuan pacaran tersebut, pertama orang yang berpacaran itu ada yang
berniat ingin lebih mengenal pasangannya. Kedua, karena niatnya mengumbar hawa
nafsu. Ketiga, karena ketagihan atau kecanduan. Hal ini biasanya disebabkan
setelah kita putus dari pacar kita, otomatis kita pasti akan merasa kecewa,
sakit hati dan sebagainya. Dan kebanyakan cara untuk menghilangkan konflik
bathin tersebut, orang itu mencari pacar yang baru, namun sebenarnya hal itu
hanyalah pemindahan objek. Jadi kita akan sering melihat banyak remaja yang
galau kalau sendirian (single). Padahal agar hubungan dapat berjalan dengan
lancar, rasa cinta yang kita berikan harus terjamin. Seharusnya jika terjadi
seperti itu, kita istirahat sebentar, dan berikan diri kita untuk sendiri agar
energi emosional tidak terbuang percuma, jika untuk mengenal pasangan kita,
maka kontak fisik itu “Tidak Penting”,
karena bukankah yang kita kenal itu akhlaknya ? Jika ingin melampiaskan hawa
nafsu dengan berbagai tindakan fisik, sebenarnya itu kembali kepada diri
masing-masing. Jika ingin melakukannya silahkan saja tetapi tanggung resikonya.
Pacaran
sebenarnya merupakan waktu bagi sepasang individu untuk saling mengenal satu
dengan yang lain. Pacaran pastinya memiliki efek terhadap kehidupan
masing-masing, baik secara positif ataupun negatif tergantung bagaimana cara
menjalaninya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dalam
ajaran Islam sesungguhnya istilah pacaran itu tidak ada, yang ada hanyalah
istilah ta’aruf yaitu perkenalan antara calon istri dan calon suami. Tetapi
mungkin disebabkan oleh semakin berkembangnya teknologi sehingga pergaulan
semakin luas dan berkembang sehingga banyak orang yang setuju dengan pacaran.
Hal ini juga mungkin disebabkan karena Indonesia bukan negara Islam, sehingga
peraturan / hukum-hukum islam di Indonesia tidak begitu kuat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari tidak seperti di negara Islam lainnya seperti Arab Saudi.
Serta tuntutan dan perkembangan zaman yang membuat sistem /cara didik dan
pergaulan pada zaman “Siti Nurbaya” tidak bisa diterapkan lagi dalam kehidupan
zaman sekarang.
Dari
hasil penelitian yang dilakukan dengan cara membagikan angket yang berisi
pertanyaan-pertanyaan tentang masalah penelitian kepada 10 responden, dapat
disimpulkan bahwa :
1. 80%
menyatakan bahwa pacaran itu perlu, dan 20% biasa saja.
2. 60%
menyatakan pernah mempunyai pacar atau berpacaran.
3. 60%
Sebagian besar responden menyatakan sedang berpacaran saat ini (periode 2013).
4. 70%sudah bisa membagi waktu antara belajar dan
pacaran, sedangkan 30% belum bisa.
5. 80%
jarang melakukan kontak fisik (berpegangan tangan dll) , dan 20% tidak pernah dan 0% sering melakukannya.
6. Mayoritas
responden mulai berpacaran sejak SMP.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan kepada 10 responden, penulis menyadari bahwa ada perbedaan prinsip
hidup, penulis sangat menghargai kepada responden yang menyatakan tidak setuju
pacaran dan yang menyatakan setuju hingga pacaran. Maka dengan ini, penulis ingin
memberikan saran-saran kepada pembaca yang mungkin bisa bermanfaat,
diantaranya:
1. Bagi
responden yang menyatakan tidak setuju pacaran, dapat melakukan ta’aruf kepada
calon suami atau istri.
2. Bagi
responden yang menyatakan setuju hingga pacaran diharapkan agar bisa menjaga
kelancaran kuliahnya, jadikan pacaran sebagai motivasi atau penyemangat untuk
berprestasi dalam bidang pendidikan.
3. Jadikan
agama dan keimanan sebagai alat untuk membatasi atau mengontrol diri dalam
berpacaran agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas atau seks bebas.
4. Bagi
mempunyai pacar diharapkan untuk bisa menjaga diri, kehormatan kesucian dan
nama baik dirinya sendiri, keluarga, agama, almamater dan daerah asalnya serta
bangsanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar